Jumat, 29 Juni 2018

PAPANDAYAN-KARPATIA via CINTA ALINA

PAPANDAYAN-KARPATIA via CINTA ALINA
                                   PAPANDAYAN-KARPATIA via CINTA ALINA 
             

  “AL..!!” Puput menarik lengan Alina, menggusurnya menjauhi pintu ruang BK. “aduuuuhh….AL..plissss!"katanya  sambil memegang  kepala. "jangan pingsan disitu donk... guru semua itu isinya ”sewot Puput. “itu ruang BK Alina Belvalisha Priandini Tamar!! lu mah suka ga kontrol” Puput masih terus mengomel. Tapi Alina tetap cuek. Ia hanya menghela nafas panjang, tatapannya menerawang, tak jelas kemana arah mata memandang. Alina kemudian beranjak meninggalkan Puput tanpa sepatah katapun. Puput pun dibuat melongo melihat kelakuannya, sambil menyeringai manyun Puput yang gingsul giginya itu berlari mengejar, “AL!! Alina..tunggu!! Parah Lu..  Gue nyerocos segudang  dicuekin doank."protes Puput. "lagian Lu nya za yg repott.. " Alina menjawab sembari mengambil tempat duduk. "Bi Uun..mau cuanki ia!" teriaknya masih terdengar manja. "Lu tu mikirnya kejauhan..dah modelan mak-mak rempong ketemu bulan ramadhan baru hari pertama dah riweuh beli kacang! beli kue! beli rengginang! buat lebaran padahal puasa baru sehari" Alina balik nyerocos sekarang. obrolan terhenti sejenak karena cuanki Bi Uun yang fenomenal sudah datang. Aromanya mengaduk-aduk perasaan, antara cinta dan benci sejenak terelakkan oleh sedapnya cuanki ngepul ala chef Uun yang sudah maestro meracik bumbunya. Padahal selama mereka bersekolah hampir tiga tahun  yang terlihat di atas etalasenya hanyalah micin mangkok ijo dan lada bubuk plus botol bekas kecap yang isinya bukanlah kecap, tapi cuanki Bi Uun memang juara karena selalu menjadi yang paling dirindu kalau libur panjang  sekolah. mungkin karena murah meriah  dan enak. Cuman goceng porsinya pas, cukup buat mengenyangkan perut Alina, tidak untuk Puput dan yg lainnya. "makasi ia Bi..."ucap Alina sembari menerima mangkok panasnya dengan hati-hati "ia neng"jawab bi uun tersenyum.. "aku mau juga ah Bi...jangan pake tahu tapi" Puput ikut-ikutan memesan karena tak tahan rayuan maut sang penggoda. Asapnya yang putih diudara bak kapal selam. padahal sepanjang istirahat mulut dan tangannya tak berhnti bersinkronisasi dengan segala cemilan di kantin. "ih parah!! diet paan Lu.. hallu!!" komen Alina sembari meniupi sendokan pertamanya."mupung lagi enak makan.."jawab puput enteng, "lu mah kapan juga makanan ga doyan?? Tuhan bener-bener Maha baik ma Elu...makan banyak badan kecil aje, bersyukur...." nasehat Aina sembari tertawa. ia kadang memang mrasa shock dengan porsi makan sahabatnya itu, sudah makan mie ayam ditemani teh yang katanya apapun minumannya dia juaranya, masih dihajar pula dengan cakue mini, cireng telor jajanan yang  lagi hits dsekolah, masih nenteng za jalan ke kelas plastik kresek hitam dengan isi jajanan anak TK. Ada yupi, coki-coki, taro, cha-cha  dan bala tentaranya... "Ya Tuhan.....speechless gue put" kata Alina sembari geleng-geleng kepala. "aneh gue, perut lo isinya naga kali ia?? badan kecil makan banyak.."tambahnya lagi. Puput cuma nyengir mendengarya. "gue mah bukan banyak makan banyak jajan.... lu tau kan kalo ketemu nasi gue ogah-ogahan, se encrit doank lauknya yg banyak hahahahaha...." Alina tesenyum mengiyakan. cuanki puput 'pun terhidang d meja, aos, kecap, sambal, cuka, semua berkolaborasi cantik di mangkok cuanki puput. "uuuugghhhh......" puput menelan ludah tak sabar menyeruput kuahnya. "ih...lu mah makan sehat dikit napa?". "biarin makanan gue ancur, tapi cinta gue sehat, daripada lu makan sehat hati sakit.. ditinggal marriade pa Arif weeeeeee......"ucap puput diakhiri menjulurkan lidanya mengejek alina. alina terbelalak tak berkata-kata. Alina mengambil botol sambal lalu menumpakan banyak sambal ke mangkok cuanki Puput. Spontan Puput berteriak histeris. "aaaaghhhhhh.....AL!!!!" "haaa.....Jahat banget sih Lu AL?? heuuuuu.....bi Uun....."rengek Puput antara nagis dan tertawa. "Lu yang jahat ma...gue..." timpal Alina sambil tertawa.

 begitu saymalam harinya Alina termenung sendiri di ujung tempat tidur putihnya. handphonenya sedari tadi berbunyi tak dihiraukan. lamunanya jauh melangkah kebelakang, ke masa pertama kali ia melihat wajah Pa Arif guru matematika sang cinta pertama. waktu itu Alina dan teman-temannya merencanakan liburan kenaikan kelas yang anti mainstream tercetuslah ide menaiki gunung papandayan. Sampai pada hari mereka berangkat ke puncak papandayan. Pagi itu Alina dan keempat temannya berangkat ke pintu pertama masuk trek masuk gunung papandayan. Sebenarnya saat perjalanan menuju ke atas Alina merasa badannya kurang fit, namun ia terlanjur berjanji pada teman-temannya sebelumnya. Namun alina merasa akan sanggup sampai ke puncak karna ia jga pernah berjalan dari cihideung lembang sampai gunung  tangkuban perahu melewati gunung jayagiri lembang. Dengan itu ia optimis berangkat. Tibalah mereka  di pos pertama, cuaca mulai terasa dingin, trek pendakian mulai berat kana jalan licin sisa hujan 2hari sebelumya. Menuju pos ke-2 Alina mulai bergumul dengan kondisi badannya yang tak lagi mampu menahan dingin, sebenarnya  alina kuat dengan cuaca dingin, akan tetapi entah kenapa ia kali ini drop total. Setelah melewati pos ke dua Alina berkata pada teman-temannya kalau ia tak lagi sanggup naik karena  dingin. “aduh” tiba-tiba alina terjatuh “temen-temen…” alina berteriak keskitan, teman-temannya  kmudian berhenti dan kembali. “knapa al?” Tanya salah satu diantara mereka,  ”manteman…aku ga sanggup, kaki aku keram….” Ringis alina, salah satu dari mereka kemudian berusaha menghangatkan alina.  Tapi alina makin parah kondisinya, wajahnya pucat tak berdarah sama sekali. Lingkar matanya yang indah mulai menghitam. Alina menggigil, wajahnya basah dan bahkan hampir seluruh badannya basah, panas tubuhnya hilang, badannya dingin sedingiin tiupan angin. “gimana ni luna?”Tanya salah seorang yang lain. “alina gabisa dibawa naik keatas wo! Kita harus turun” ucap luna. “tapi kita tinggal dikit lagi, bntar lagi sore ga bisa waktunya, kita bakalan kemaleman dijalan kalo harus turun ” bowo berargumen. “trus alina gimana?” Tanya luna bingung. “gue gabisa turun, yg lain klo mau ikut gue dikit lagi nyampe ke atas, yo!! Yang mo balik lagi bawa alina ke pos utama slahkan za. Gue ga ikut” ujarnya sadis. Alina yang sudah tak mampu lagi berbuat apa-apa. Ia hanya menyandar ke sebuah pohon diatas semak liar. Tubuhnya terbungkus sleeping bag tanpa daya. Air matanya meluncur dar sudut matanya, “tega sekali bowo berbicara seperti itu. Betapa egoisnya mereka”ucap alina dalam hati. “lagian alina, gimana sih kan tau kita muw naik gunung, kalo tau badan ga kut gausah sok cantik pengen naik, kan jadinya nyusahin temen  gini namanya” tambah mauli lagi. mereka seperti  kehilangan rasa pertemanannya tiba-tiba di perjalanan itu, dan entah kenapa, pada akhirnya keempat-empatnya dengan teganya memutuskan meninggalkan alina sendirian disana dan mereka melanjutkan perjalanan ke puncak  yang ditempuh kurang dari 3jam lagi. Alina menangis tak berdaya dalam hati ia berdoa meratap pada yang memiliki hidup memohon dielamatkan dari segala bahaya. Hatinya terluka dengan sikap teman-temannya yang tak  punya hati itu. Alina terus beristighfar memohon pertolongan Tuhan. Dan tak lama kemudian sekelompok pendaki melihat alina. “Astaghfirullah..” pekik seorang perempuan dewasa terkejut melihat alina, ia yang pertama kali melihat alina. Kemudian sekitar 4 orang lainnya ikut bergegas menghampiri. Semuanya terkaget-kaget melihat kondisi alina yang sangat parah. “pa, ni harus cepat dibawa turun.”ujar seorang lelaki paling muda diantara mereka , berbadan tegap, wajahnya cukup rupawan, belakangan diketahui ternyata dialah lelaki bernama arif itu. “siapa yang akan turun? Buibu?”Tanya pria paruh baya sepertinya ia adalah ketua tim pada kelompok tersebut. Mereka berusaha menghangatkan alina agar terus bertahan. Tak ada satupu dari mereka menjawab pertanyaan sang ketua. “kaloa yang akan bawa dia kebawah pa” tiba-tiba arif berkata. “tapi kamu tau kita ga punya waktu lagi” “saya paham pa, tapi bahaya kalo dia ga segera dapat penanganan medis, bias fatal” arif membujuk. “tega amat temen-temen yang ninggalin kamu nak”ucap seorang ibu yang merawat alina. “dia bisa bertahan sampe bawah kalau dibawa sekarang, barusan kita dah coba mempertahankan suhu tubuhnya supaya ga tambah merosot” ucap si ibu yang sama. “baiklah! Arif kamu turun bawa dia sampe dapet penanganan tim medis” peritah bapak tua itu lagi. “siap pa!!” “hati-hati ia!”pesan semua anggota kelompok. Alina terus berusaha tersadar, ia takut stengah mati hari itu, hari mulai sore sebentar lagi gelap dan ia bersama lelaki yang tidak ia kenal. Air matanya megalir lagi jatuh dipipinya yang lusuh, meski begitu ia masih nampak  sebagai gadis yang cantik. Arif melihat alina menangis kemudian berkata “jangan takut, aku akan bawa kamu kebawah, kamu pasti selamat..aku janji” ucap lelaki bernama arif itu dengan perlakuan manis, menyeka wajah basah alina dengan sapu tangan bafnya. “kamu harus berusaha tetep sadar ia”katanya lagi . alina mengguk amat pelan. arif tersenyum. “kita berangkat sekarang” . kemudian sepanjang perjalanan turun arif menggendong alina  dipunggungnya. Alina begitu terharu bertemu dengan arif dan tersentuhlah hatinya oleh sikap arif yang 180 derajat jauh berbeda dengan teman-temannya. Alina ingin sekali berucap barang sepatah kata saja untuk mengucapkan terima kasihnya tapi itupun tak sanggup keluar dar bibirnya. Lepas maghrib arif berhasil membawa alina sampai ke posko pertama. Setibanya disana alina langsung mendapatkan perawatan medis, arif menyerahkannya kepada tim medis yang berjaga. Meski mereka kemudian berpisah terhalang orang-orang, tapi tak sadar keduanya sempat saling memandang “trimaksih….”ucap alina dalam hati. Dan di sebelah sana arif jga tersenyum kecil nampak raut lega diwajahnya karena alinaselamat dan mendapatkan perawatan yang seharusnya. Sejak itulah alina percaya bahwa love at the first sight adalah sesuatu yang benar-benar ada. Dan ia mengalaminya sendiri. Alina jatuh cinta pada lelaki yang berjiwa besar menolongnya disaat-saat paling menyeramkan dalam hidupnya, dan itu takkan pernah terlupakan. Sejak itu Alina berusaha mencari Arif. Tapi Alina selalu tak mendapatkan hasil sesuai harapannya. dan Alina hanya bisa termenung sendiri di ujung tempat tidurnya seperti hari ini tiap kali pencariannya berakhir nihil.

Terkadang manusia terlalu memaksa pada Tuhan, menginginkan sesuatu yang Tuhan lebih tau kapan akan diberikan. Disaat Alina sudah tak lagi bersikeras mencari Arif tiba-tiba saja lelaki itu muncul dihadapannya. “AL…. mulai hari ni  guru pembimbing OSN kamu digantikan guru baru invaller Bu Kartari karena Bu Kartari semalam lahiran jadi beliau sudah tidak mungkin lagi bisa mendampingi kamu seleksi nasional. Pa Begot juga demikian karena sedang cuti menyelesaikan tesis s3 nya, kamu tau kalo itu kan?” jelas Bu Malida wakil kepala sekolah Alina  ” oo..Bu Kartari sudah lahiran ia bu? Alhamdulillah…”sambut Alina riang. “Alhamdulillah…anaknya perempuan lagi.” Jawab Bu wakasek. “baiklah..ayo kita temuin pembimbing baru kamu, dia rekomendasi pa begot”. Alina mengangguk santun, mereka menuju ruang pemantapan. Disana telah duduk menunggu seorang laki-laki, berkemeja rapih, gayanya semi formal yang kekinian. Masih muda tapi berkharisma dan nampak berpendidikan. “pa Arif.. kenalkan ini Alina.. siswi kami dialah yang akan mengikuti seleksi nasonal nanti..” Wakasek memperkenalakn Alina pada guru tersebut. Alina tertegun menatap orang dihadapannya.ia tak percaya dengan mudahnya Tuhan kuasa atas segala hal. Dalam hati ia merasa malu pada Tuhan yang menciptakan mahluknya, selama ini Alina berusaha mencari informasi kemana-mana tentang Arif hanya untuk mengucapkan terima kasih, tapi hasilnya selalu gagal. Ia lupa berdoa, memohon pada Yang Maha Kuasa, pemilik setiap mahluk yang hidup di bumi ini. “Astaghfirullahal’adzim..” sebutnya dalam hati. Sejenak ia tidak fokus, bahkan ia tak menyimak satupun kata yang disampaikan wakasek pada Pa Arif. “kalo gitu kalian bisa mulai hari ni ia Pa Arif?” tanya Bu Wakasek memastikan. “tentu Bu..”jawab Pa Arif mantap. “Alina.. ibu tinggal ia?” katanya pada Alina. Alina mengangguk senyum lalu salim dan sun tangan pada wakasek favorit para siswa dalam polling hasil angket itu.
“saya Arif, Alina…” Arif memperkenalkan diri mengajak berjabat tangan. Alina tak menjawab ia hanya mengangguk kecil. Alina menunduk gamang, ingin menyampaikan sesuatu. “Pa!!” Alina memberanikan diri bicara. “ya?”jawab Arif. “Bapa ingat saya ga?”tanya Alina ragu. Sejenak Arif memerhatikan wajah Alina, Arif mengingat seseorang tapi ia tak tahu siapa. Lalu kemudian alisnya terangkat seperti menemukan sesuatu. “ya..ingat”ucapnya. alina deg-degan mendengar apa yang akan diucapkan arif. “saya sempat lihat foto kamu di daftar peserta OSN yang lolos tingkat provinsi katanya sembari tersenyum. Raut wajah Alina mengkerut sedikit. Bukan jawaban itu yang diharapkannya. “pa..pernah naik gunung Papandayan?” Arif menatap Alina dengan seksama, ia menerka-nerka apa maksud pertanyaan muridnya itu.“trimakasih sudah selamatkan nyawa saya…”ucap Alina begertar, tiba-tiba saja datang rasa gerogi meski akhirnya ia bisa sampaikan kalimat itu juga pada Arif. Arif sedikit terkejut ia bahkan speechless tak berkata apa-apa barang  beberapa saat. Tak disangka baginya perempuan yang dulu ditolongnya ternyata masih anak SMA, hari ini berdiri dihadapanya mengenakan seragam SMA yang bersih dan rapih, wajahnya cantik alami tanpa polesan kosmetik tak seperti kebanyakan anak sekkolah zaman now yang full make-up sudah macam SPG padahal masih ABG. “hoh…kamu..ya? ahh.. gapapa, sudah seharusnya itu” ucap arif merendah. “karna ketemu sebagai guru dan murid jadi saya panggil bapa aja ia, kalo ketemu nya ga seperti ini mgkin saya akan panggil kakak..” ujar Alina tersipu. “saya pasrah za” Arif menjawab sembari tertawa. “saya senang ketemu bapa lagi..”ucap alina memerah pipinya.  Tiba-tiba Arif  mendekatkan wajahnya ke Alina dan berkata “saya juga senang sekali hari ini, ternyata murid bimbingan OSN saya ni bukan cuman jago matematika tapi juga cantik, ketua OSIS, dan… pernah bikin saya susah di gunung Papandayan”katanya sedikit berbisik dengan senyum penuh makna. Mata mereka saling memandang. Alina mendelik bête  sedikit memanyunkan bibirnya yang pink persis seperti seoang perempuan yang sedang digoda kekasihnya. Arif  tertawa sambil berbalik ke tempat duduknya. “bercanda saya…”. Alina pun duduk pula dikursinya. “karna kita sudah punya chemistry di pertemuan pertama, jadi ayo kita sama-sama kerja keras untuk Olimpiade nasional mu ia AL?” ajak Arif bersemangat. “oke”sambut Alina. Sejak itu mereka sering bertemu dsekolah. Alina menceritakan semuanya pada Puput sahabat dekatnya, hingga akhirnya Puput  tahu segala seluk beluk kisah cinta Alina yang tak terungkapkan.  Parahnya makin hari Alina makin jatuh cinta, Alina tidak tahu apakah Pa Arif punya perasaan yang sama atau tidak. Sampai akhirnya pada suatu hari saat Alina sedang di ruang piket guru, ia mendengar kalau Pa Arif dan pacarnya yang ternyata ada di luar kota telah bertunangan saat libur semester kemarin. Persis setelah Alina selesai mengikuti olimpiade matematika. Alina merasa terluka, pantas saja ia tak pernah tau Arif sudah memiliki kekasih atau belum, tak pernah melihat Arif jalan dengan perempuan manapun rupanya selama ini Arif long distance  dengan kekasihnya. Hati alina begitu kecewa, pertama kalinya ia jatuh cinta dan itu bertepuk sebelah tangan. Bukan tak ada yang menaruh hati padanya di  sekolah,  tapi hati Alina yang seperti tertutup untuk cowok manapun. Bahkan Puput sering kali dibuat gemes dengan tingkah sahabatnya itu. Ada anak basket, wakil OSIS, teman sekelasnya, teman di tempat bimbel bahkan adik kelas ada yang nekat menyatakan cintanya pada Alina, tapi alina tak bergeming, the power of the first love terlalu kuat menyihir ruang hatinya sehingga tak ada satupun yang mampu menembus dinding hati alina. 

Meski begitu Alina bukanlah sosok gadis yang selalu galau, ia normal seringkali baper tapi fokusnya untuk  sekolah selalu terjaga. Sore itu pulang sekolah Alina hendak ke tempat bimbelnya. “Al…muw bareng gue ga?” Tanya Puput. “gue mu ke  SSC”jawab Alina. “kan jadwal Lu rabu-jumat, ngapain kesana?”Tanya Puput bingung. “ada yang gue lum ngerti, muw ikut kelas kedokteran lain yang ada pa syamsunya ” jawab Alina sambil menengk jam tangan. “iihhh…Tuhan..napa ga bukunyaza sekalian Lo makan AL, masih kuraaa…ng za Lu mah”. “kan gue muw ambil kedokteran, saingannya banyak Beb… “ga percaya gue kalo lo ga lolos SNMPTN taun ni, mustahil…. Juara 2 OSN ia masa ia gakan lolos?? ” “lebay ah…”ucap Alina sembari merangkul sahabatnya itu. Mereka berjalan keluar sekolah bersama. “pokonya kalo lo jadi dah jadi dokter gue kudu gratis berobat ma lo… vip juga ” Puput mulai berandai-andai. Alina hanya tertawa lalu menjawab, “iyah semua masyarakat miskin bakal gue gratisin!!”. “hah!!! Kalo gitu gue miskin donk AL??” Puput sewot. Alina tertawa “ya kalo kaya bayar donk, bayarin sekalian yang ga mampu tu baru bener…Pilih za muw kaya pa miskin”Tanya alina. “kaya ajah!! Biar gue yang beliin Lo rumah sakitnya” jawab Puput dengan ekspresi lucu. “amiiiiin… eh,gue berangkat ia Put, dah dateng ojek gue” pamit Alina saat ojek onlinenya  datang. “ati-ati!!!”teriak Puput. Di tengah perjalanan tiba-tiba terdengar suara crash keras sekali, Alina kaget bukan main, rupanya sebuah kecelakaan terjadi, sebuah motor besar tergeletak di tengah jalan dan sebuah city car hancur kaca bagian depannya. Alina kaget bukan main. Jalanan memang agak licin karena hampir seharian gerimis turun. Ojek Alina terus berjalan melewati kerumunan orang, tiba-tiba mata Alina tertuju pada motor yang ramai-ramai digotong orang-orang sekitar TKP. Itu motor Pa Arif!!. Begitu yang terbesit di pikirannya kala itu. Alina langsung meminta berhenti ojeknya. “pa..pa..stop pa!!” saat ojek brhenti Alina mengambil uang di saku bajunya lalu membayar ojek tersebut. “saya berenti disini pa, ambil aja semuanya ” katanya sambil menyerahkan uang lima puluh ribuan. Alina berlari kearah kerumunan orang, ia berusaha merangsek  membelah kerumunan agar bisa melihat korban. Saat tiba dihadapannya pengendara motor yang tengah bersimbah darah, Alina terkejutbukan main, kedua telapak tangannya menutup mulut, kaki kanan spontan selangkah mudur menahan beban badan yang hampir jatuh. Matanya nanar dalam beberapa detik saja, ia hampir pingsan. “tolong..tolong.. ” katanya pada orang yang mengelilingi pria itu, “tolong saya kenal orang ini, tolong bawa ke rumah sakit sekarang..” katanya sambil menangis dan mengangkat kepala pria yang tak sadarkan diri itu kepangkuannya.
Tiba di rumah sakit Arif langsung diturunkan dari ambulan dan menuju gawat darurat. Alina terus menangis, “pa arif bangun pa!! bangun pa!!” katanya berderai air mata. Rok seragam dan sweaternya penuh dengan darah. Arif pun masuk ruang gawat darurat dan tertutup pintunya. Tinggal Alina bersama orang bapak-bapak tua dengan baju lusuh dan topi yang warnanya memudar. Alina menangis tersedu-sedu, ia begitu takut hal buruk akan terjadi pada Arif. Sudah sejam pintu itu trtutup, belum satupun dari dokter dan perawat keluar. Alina terus berdoa agar Arif selamat di dalam. Ia terus menangis terbayang saat pertama kali melihat Arif penuh luka tergeletak tadi. “Neng, insya Alloh dia akan selamat..?” tiba-tiba bapak yang disampingnya bicara. Alina bahkan hampir lupa kalau ia ke rumah sakit tak sendiri. Alina menggangguk mengamini ucapan bapak tua itu. Lalu keluarlah dua orang suster dan disusul dibelakangnya dokter yang tadi sigap menangani Arif turun dari ambulan. “gimana keadaannya Dok?” tanya Alina cemas. Dokter kemudian menjelaskan bahwa Arif sudah dalam kondisi stabill namun perlu  perawatan intensif. Alina mengucap syukur mendengarya. Dokter itupun mengizinkan Alina melihat sebentar sebelum Arif dipindahkan ke ruangan intensif. “neng..bapak tidak bisa lebih lama disini, Alhamdulillah sudah selamat.. bapak mau pamit pulang saja, mau kerja ”ucap bapak tua itu penuh pelan. “oh..iyah, terimakasih banyak ia Pak bantuannya..” Alina mengambil dompet di dalam tas gendongnya lalu mengambil selembar lima puluh ribuan “maaf saya ga bisa anter bapak ke depan, ini buat ongkos bapak pulang..”katanya begitu sopan. “makasih banyak atuh neng ia..” “sama-sama pak.. saya yang banyak terima kasih”. Setelah bapak itu berlalu Alina masuk ke dalam ruangan, langkahnya perlahan karena lemas. Dihadapannya terbaring pria yang sangat ia cintai, air matanya tak terasa berjatuhan deras membasahi wajahnya yang putih.

Setelah peristiwa itu di sekolahpun setiap orang terus memperbincangkan kecelakaan yang menimpa Arif, karena ternyata rumah sakit menghubungi pihak sekolah untuk mengetahui identitas lengkap dan keluarganya  atas saran Alina, dan ia sendiri menyembunyikan diri saat keluarga Arif dan utusan sekolah berdatangan. Arif kemudian mengundurkan diri sebagai guru di sekolah Alina untuk memulihkan kondisi fisiknya yang membutuhkan waktu lama. Alina berpura-pura tak tahu apa-apa bahkan saat Puput dengan hebohnya menceritakan tentang berita kecelakaan itu. Beberapa bulan berlalu, ujian nasional hampir di depan mata, Alina giat belajar demi lulus SNMPTN di jurusan impian orang tuanya. Sebenarnya Alina juga baru saja selesai mengikuti berbagai ujian bea siswa ke luar negeri untuk jurusan yang sama yakni kedokteran. Tapi tak ada yang tau satupun tentang rencananya itu.

 Suatu hari di sore yang mendung, gerimis kecil mulai turun dengan romantisnya. Alina baru saja pulang intensif bimbel. Dia berdiri di depan tempat bimbelnya sambil memegang handphone. “AL!” seseorang diatas motor menyapanya, Alina memerhatikan siapa yang menyapanya. Lelaki itu  membuka helm fullfacenya ternyata  itu Arif,  “baru pulang AL?”Tanya Arif. Alina agak terkejut,”bapak..??apa kabar?” karena kaget alina bahkan tak menjawab pertanyaan Arif. “Alhamdulillah…” jawab Arif singkat. “pulang intensif ia??”Tanya Ari lagi. “ia..” “ayo bareng?”ajaknya kemudian. Alina hampir menolak “belum pesen ojek online kan?” Alina menggeleng kepala. “kalo gitu ayo, kebetulan saya bawa helm 2, tadi abis main ma temen kuliah dulu”jelasnya. Alina berfikir-fikir. “udah ayo keburu gede gerimisnya, saya anter sampe rumah” tawar Arif  bukan basa-basi. Alina akhirnya menerima helmnya, lalu mereka menuju arah pulang. Sepanjang perjalanan Alina banyak diam. Ia bahkan tak menyangka akan ada hari seperti ini, pagi tadi bangun tidur Alina teringat akan bagaimana kabar Arif, sore ini ia justru berada sangat dekat dengannya. Bahkan begitu terasa romantis perjalanan pulang ini karena rintik-rintik kecil hujan dari atas langit. Tapi hujan perlahan makin deras mereka tidak mungkin hujan-hujanan. Arif memutuskan berteduh sebentar mnunggu hujan kembali reda. Tak lama ia berbelok  memarkirkan motornya di depan sebuah kedai wedang ronde sederhana. “kita neduh disini dulu ia AL, sambil nunggu ujan reda kita angetin badan pake wedang rondenya, biar ga masuk angin tuh kamu..” jelas Arif sambil melepas helm fullfacenya. Alina ingin sekali menolak tapi mulutnya membisu tiba-tiba. “pa, saya ga suka jahe…”ujar Alini dengan raut wajah memelas. “coba dulu…atau kalo emang ga suka bisa pesen yang lain, ada ko makanan lainnya. Bubur kacang ijo misalnya” Arif coba meyakinkan.  Setengah ragu ia mengangguk setuju. Tapi sedari tadi jari tangan Alina terus berkutat dengan helmya. s“aduh….gimana sih ini helm ko ga bisa dibuka??”gumam Alina pelan. Ia kesulitan membuka helm yang kuncinya memang sudah karatan itu, tapi Alina sungkan meminta tolong Arif untuk membantunya membuka helm. Sementara Arif udah di depan pintu masuk, “yuk!!” ajaknya menoleh Alina. Dan Arif baru sadar kalau Aina tidak bisa membuka helmnya. “ya ampun..maaf AL, kenapa diem za??”serunya Arif langsung menghampiri Alina dan membantu membukakan kunci helmnya yang karatan. Wajah mereka berhadapan begitu dekat dan sangat menyentuh hati Alina, Alina membuang pandangannya kea rah jalan, menutupi kegerogiannya berada sedekat ini dengan guru yang sangat ia cintai, guru yang tak pernah hilang dari ingatannya. Jantungnya berdegup semakin lama semakin kencang. Betapa beruntungnya perempuan yang menjadi kekasih hatinya begitu pikir Alina dalam hati. “sorry ia kuncinya ni udah berkarat jadi suka susah dibukanya.. suka macet.”jelas Arif sambil melepaskan helm dari kepala muridnya itu. Ia lalu menaruhnya diatas jok motor. “thank you so much for adorable moment the black helm” ucapa Alina dalam hati diiringi senyum manis seraya mengelus helm hitam itu. Keduanya masuk kedalam kedai dan duduk bersebelahan  diatas bangku kayu sederhana. “bu..wedang rondenya2, roti bakarnya2”pesan Arif pada pemilik kedai. “ya!”sambut si ibu singkat. “kamu muw pesen yang lain AL?” Tanya Arif, Alina menggeleng kepala. Tak berapa lama semangkuk wedang ronde warna-warni dan roti bakar penuh topping keju disajikan ibu kedai di hadapan mereka, begitu menggugah selera apalagi hujan deras seperti ini, dan sama sekali diluar bayangan Alina. “uuft…..”Arif bersemangat melihat makanan I hadapanyna. “AL..ayo dicoba”Arif mempersilahkan. Alina mengangguk menyendok wedang rondenya. Sedikit  isi sendoknya ia suap kedalam mulut, lalu ia terbatuk. Alina benar-benar tak suka jahe. “kamu ga papa?” arif bertanya panik. “bu teh manis anget 1”. Lalu the manis hangat itu dating disajikan ibu kedai. “kamu minum ini aja, the manis anget ia.. kalo ga suka jahe gapapa, ga usah dimakan rondenya”kata Arif. Alina meminum teh nya, rasanya enak ekali di perutnya, hangat, manisnya pas dan wangi teh melati. Saat merek tegah menikmati makanannya tiba-tiba seorang lelaki tua dengan baju usuh karena oli menghampiri. “mas.”sapanya. Arif  menoleh dan bertanya“ ya? Ada apa Pak?” “sudah sehat lagi?”ucap bapak tua sambil tertawa. Arif beranjak dari duduknya sambil memandang Alina yang sama-sama bingung. “Alhamdulillah pa…”jawab Arif. “masnya ini yang waktu itu kecelakaan di depan situ kan ia? Saya yang antar masnya ke rumah sakit..”ujar si bapak tanpa lepas senyum di wajahnya. Arif terhenyak “oh…terimakasih pa! makasih banyak pertolongannya waktu tu, mohon maaf tadi saya tidak mengenali bapak”katanya penuh hormat pada lelaki tua itu. Arif memeluknya mengucapkan rasa terima kasih. “ahh…gapapa mas, paham bapak mah”jawab si bapak. “sudah kewajiban sesama manusia saling tolong meolong..”lanjutnya lagi. Arif mengangguk setuju. Bapak itu melihat ke arah Alina, Alna menangguk santun. “ itu pacarnya mas..dari disini, di ambulan sampe masnya masuk ruangan, itu nangiiis trus ga surut-surut air matanya, takut masnya kenapa-kenapa. ga tega bapak mah liatnya waktu itu..” bapak tua itu bercerita kemudian. Alina terkejut dengan ucapan bapak tua itu, ia jadi mulai gelisah, tak lagi nyaman dengan posisinya. Arif pun demikian, ia terkejut sekaligus juga bingung,  mata Arif menatap Alina, keningnya sedikit mengkerut, wajahnya mulai berubah serius. “cantik luar dalam pacarnya mas, jangan disia-siakan!! mirip seperti istri bapak almarhum sifatnya. betull..ga bohong bapak mah, bapak mah bisa lihat mas…Percaya, sok!!”kata pak tua terdengar serius sambil menepuk bahu Arif. Arif tersenyum sambil melirik Alina yang membuang muka mengaduk-aduk tehnya. “ Mang Oleh!! Tambal!!” seseorang diluar kedai berteriak melambaikan tangan pada bapak tua itu. Rupanya bapak tua berbaju lusuh itu namanya Mang Oleh, seorang penambal ban pinggir jalan. Bengkel kecilnya tak jauh dari kedai tersebut. “o..Enya! Enya..! ”seru mang oleh tergesa-gesa. Ia pun pamit pada Arif dan Alina, mereka bersalaman sebelum pergi mang oleh berkata “semoga awet sampai menikah, sampai maut memisahkan. baik-baik nya!” pesannya sambil tersenyum lebar. Tapi Arif dan Alina malah kini menjadi canggung bahkan mereka tak menjawab apa-apa. Alina banyak menunduk ia tak berani lagi melihat ke arah Arif, Arif berulang kali mencuri pandang wajah Alina ia masih speechless tak bisa berkata apa-apa. Sampai selesai dan mengantarkan Alina pulang sepanjang perjalanan keduanya saling membisu. Alina menatap kosong semua pemandangan jalan yang dilaluinya  selama perjalanan pulang, sedang Arif segala hal berkecamuk di kepala dan batinnya. Ia bahkan teringat obrolannya dengan Puput suatu hari.
“Pa Arif…masa bapak ga bisa ngerasain sih kalo Alina itu cinta mati ma Bapak?”ujar Puput blak-blakan.  Arif tersenyum simpul “kamu itu kalo ngomong keterlaluan polosnya..” Puput tersipu malu, “abis aku mah gemes ma kalian... Pa kan bukan dosa guru jadian ma murid?”pancing Puput. “saya sudah dijodohkan..”jawab Arif datar. "jangan bohong..dosa.."tuduh Puput. arif menggeleng, puputpun merengut kecewa. "kenapa bapak mau dijodohin? siti nurbaya aja ga mau dijodoin?" puut kembali penasaran. "saya ga punya alasan menolak, perempuannya cantik, keluarganya baik"jawa Arif “lagipula…Alina masih muda, dia cantik, sikapnya baik, masa depannya cerah sayang kalo cuman dapetin kaya saya ” ujar Arif diplomatis waktu itu. Obrolan dengan Puput waktu itu sempat mengusik pikirannya, tapi ia berusaha terus mengontrol perasaannya. Tapi hari ini hal itu makin membuatnya gamang. 
Akhirnya mereka sampai didepan rumah Alina. Keduanya turun. Aris membantu kembali Alina membuka helm setelah ia melepas helm fullfacenya . Alina tetap membuang pandangannya dari tatapan Arif. “makasih pa..udah antar saya sampai rumah..”ucap Alina pelan. Mereka saling memandang untuk beberapa saat lalu Arif hanya menjawabnya dengan menganggukkan-anggukan kepala. Alina kemudian berbalik dan berjalan menuju gerbang. Baru selangkah berjalan, tiba-tiba ia berhenti dan  menunduk seperti sesenggukan. lengannya tiba-tiba ditarik hingga tubuhnya  berbalik dan Arif memeluknya begitu erat. waktu seperti berhenti untuk beberapa saat. Arif  sesekali memejamkan mata dengan berat, menengadah ke arah langit sambil menghela nafas. Beban kini di hatinya, entah kenapa hatinya mulai jujur terbuka tentang perasaanya yang disembunyikan selama ini, sesungguhnya sejak pertemuan keduanya menjadi pembimbing OSN  Alina dulu Arif langsung jatuh hati, lama kelamaan ia makin jatuh cinta. Tapi ia memiliki beban pertunangannya dengan perempuan pilihan orang tuanya. Arif melepaskan pelukannya, lalu menyeka air mata Alina ”istirahatlah…kamu terlalu capek hari ini. tidur yang nyenyak ia” pesannya pada Alina dengan penuh perhatian.  Arif membelai kepala Alina sambil tak berhenti memandangi wajah muridnya itu. “masuklah…salam untuk orang tua di rumah”suruhnya kemudian. Alina sedikit terlihat lebih baik, ia tersenyum sangat manis lalu berlalu masuk ke dalam rumah. Saat Alina sudah tak terihat, Arif termenung memikirkan apa yang telah dilakukannya barusan.  


Kini mereka makin hubungan diantara keduanya semakin intens, Arif sering menjemput Alina pulang sekolah tentu saja membuat satu sekolah heboh, beritanya begitu saja muncul di sekolah, heboh dari satu mulut ke mulut yang lainnya, tak ada guru tak ada murid semua bergosip soal kedekatan mereka. Apalagi kalau bukan status petunangannya Arif. Alina berjalan pulang dengan sumringah ditemani Puput. Sahabat  yang paling bahagia karena melihat kemajuan dari hubungan mereka. Di ujung  jalan Arif sudah setia menunggu kepulangan Alina. “mana dia AL?”tanya Puput clingak clinguk saat keluar dari gerbang sekolah. Mata Alina turut mencari “tuh..”katanya sambil menunjuk jauh ke sebelah kanan. Pupt mengangguk tersenyum. “chyeeeeeee….apal banget kayanya”kata Ppuput menggodda. Alina berkernyit  sebel sedikit. “ya udin, gih!sanah! kakang prabu dah nunggu.. selamat malmingan ia?” godanya lagi sembari tertawa. “apaan si?”tukas Alina tersipu malu. “gue duluan ia Put..”pamit Alina mencium pipi kanan kiri Puput. “bye..ati-ati beb..”pesan Puput, Alina mengangguk lalu berjalan menemui Arif dii ujung jalan. Dari jauh Arif sudah menyongsong kedatangan Alina, ia berdiri beranjak dari  motornya, senyum terus terpasang di wajahnya, karena ia sekarang sedang menikmati indahnya mengikuti kata hati yang paling dalam, setiap melihat wajah Alina perasaannya selalu bahagia, dan saat bersamanya Arif merasa nyaman yang tak ia temukan saat menemani tunangannya berbelanja ke mall. Alina sudah sampai dihadapannya, remaja cantik ini tersipu malu melihat tatapan Arif “knapa bapak liatin nya begitu?” tanyanya masih memanggil arif dengan panggilan bapak.  Arif menggerakan kepala ke kanan ke kiri seperti lalu menggeleng kecil. Alina agak bingung.   “kamu selalu cantik..”kata Arif tiba-tiba. Alina memerah pipinya karena malu. “kemana kita?” Tanya Arif mengalihkan fokus. “pulang”jawab Alina. “hari ini ga ada intensif?”Tanya Arif, “ngga ada, tapi tugas kaji latih deadline besok, jadi mau langsung pulang aja ia..”pinta Alina dengan nada manja anak remajanya. Ari mengangguk. “baiklah..selesain sore ini semuanya, karena nanti malem kita keluar..” arif melirik Alina, dahi Alina berkerut “keluar??” “iya…kita malem mingguan kaya kebanyakan pasangan lainnya, nanti malem aku jemput keruma kamu selesai sholat isya sekalin minta izin papa mama kamu”jelas Arif sambil menyalakan motor. Alina hanya diam tak menjawab apa-apa. Dihatinya ia senang sekali  jantungnya hampir meloncat keluar saking bahagianya. Sepanjang perjalanan pulang ia senyum-senyum sendiri di belakang Arif. Sesampainya dirumah Alina turun dan Arif membukakan helmya. Tidak karatan sebnarnya karena helmnya bukan si black yang tempo hari, tapi sudah jadi kebiasaan Arif sekarang mengunci dan membukakan helm Alina, sebuah hal kecil yang sangat romantis dari Arif untuk Alina. “emmm….pak, papa mama juga ga ada, jadi nanti ga usah kesini aja, kita janjian dimana biar nanti aku berangkat sendiri aja..”ucap Alina. “ga ada? Kemana?”Tanya Arif. “lagi ke bogor uyut sakit minta di tengok, kemarin berangkatnya”jawab Alina. “ya udah aku jemput kamu aja” “ngga usah aku sekalian mau ke palasari dulu ada yang mau dibeli, kita ketemu langsung aja”pinta Alina. Sambil membelai kepala Alina Arif lalu memutuskan “ya sudah kita ketemu di SEY MOO aja, kita makan disana nanti malem, katanya ada acara juga d taman Floot  seberangnya itu, nanti kita kesana sekalian, gimana? ” . Alina mengangguk setuju. Ia pun masuk kedalam rumah.


Malam itu Alina tergesa-gesa berjalan jam di tangannya sudah menunjukan pukul 07.20pm, saat sampai di SEY MOO café ia tak melihat Arif, Alina coba menelepon tapi nomor Arif tidak aktif. Alina bertanya pada security apa ada lelaki yang mengunakan motor dengan ciri-ciri seperti Arif datang, tapi security mangaku belum melihat ada tamu yang dimaksud datang. Alina memutuskan menunggu tapi dua jam berlalu Arif tak juga muncul, Alina mulai gelisah. Dari hatinya mulai timbul rasa kecewa. Alina menengok handphonenya tak ada kabar apapun dari Arif masuk ke whatsaap nya. Telepon pun tidak ada yang terlewat diangkat. Hujan mulai turun Alina mulai kebasahan, jam di tangan sudah menunjukan 09.30pm Alina pun memutuskan pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan menuju rumah, Alina melamun memandang keluar kaca mobil angkutan onlinenya. Alina sangat sedih saking sedihnya ia tak kuasa menahan air matanya tumpah. Guyuran hujan membashi kaca mobilnya membuat remang pemandangan diluar sana. Mobil kemudian berhenti karena lampu merah. Pandangannya tertuju pada terangnya lampu sebuah restoran cepat saji begitu terang diantara yang gelap kebanyakan. Lalu matanya membesar perlahan raut wajahnya berubah tegang Alina membuka kaca mobilnya dengan dahi berkerut. Wajahnya yang masih berair mata makin menambah pucat kelihatanya. Tepat di luar pintu mobilnya, di depan sebuah restoran cepat saji terkenal itu Alina melihat seoang lelai yang ditunggunya sejak tadi, tapi ia ternyata tak sendiri. Dia bersama beberapa orang yang terlihat seperti orang tuanya, disampingnya berdiri seorang perempuan yang sebaya dengan lelaki itu, pembawaanya anggun, dan mereka semua tertawa-tawa bahagia termasuk lelaki yang dikenal Alina. Air mata Alina pecah seketika, hatinya hancur, ia menangis sesenggukan tak tertahankan. Tiba-tiba tak sengaja lelaki yang dipandangnya itu melihat kearahnya. Dan ia terlihat kaget melihat Alina.  Lampu kemudian berubah hijau dan mobil kembali melaju. Di belakang lelaki itu terlihat setengah berlari mengejar mobil Alina sambil memanggil namanya. Orang-orang yang bersamanya lalu menengok ke arah mobil Alina.  Dalam mobil Alina menangis begitu sedihnya, tangisannya menyayat hati. Driver memberinya tissue dan bertanya apa Alina tidak apa-apa, Alina tak menjawab sama sekali. Sampai depan jalan menuju rumahnya Alina turun dari mobil, lalu berjalan ke rumah, air matanya terus bercucuran tanpa bisa ia tahan. Kakinya melangkah gontay, seperti tak sampai-sampai ke rumah. Tiba di depan gerbang rumah, di belakangnya terdengar suara motor besar yang tak asing baginya. Alina menoleh ke belakang. Arif melepas helmnya. Alina bergegas masuk ke dalam rumah. Ari dengan cepat menahannya. “Alina..Ailna tunggu !!” Alina berusaha melepaskan tangannya dari Arif, tapi ia tak bisa. “aku bisa jelasin AL.” arif berusaha  meyakinkan, tapi Alina terus melepaskan tangannya tanpa bicara. Wajahnya tertunduk terus tak mau melihat Arif. Alina meringis tangannya kesakitan Arif lalu melepaskan pegangannya “Alina liat aku..” katanya beruasaha membujuk. Alina tetap tertunduk. Arif mengangkat wajah Alina, hati kecilnya terenyuh melihat gadis dihadapannya. Hampir seluruh badannya basah karena kehujanan, tangannya begitu dingin sedingin di puncak papandayan. wajahnya amat pucat, kelopak matanya membengkak bola matanya masih nanar menggenang air mata yang siap tumpah. Arif  merasa begitu bersalah melihat keadaan Alina seprti ini. Hatinya ikut merasa sakit karena telah menyakiti gadis yang dicintainya. “aku minta maaf…”katanya menatap  mata Alina. Alina hanya terdiam, memandangi Arif penuh kecewa , air matanya mengalir lagi dari sudut mata. Dia tak menjawab dan langsung masuk kedalam rumah meninggalkan Arif sendiri di luar yang terpojok dengan penyesalan dan perasaan bersalah yang begitu besar.

 Alina terpukul sejak malam itu, perasaanya yang tulus selama ini hanya dipermainkan. Tak mengerti bagaimana bisa ia begitu mencintai Arif sebesar ini. Ia menangis terus dan terus sampai ia tak bisa membuka matanya lagi. Alina tertidur kelelahan. Keesokan paginya Alina terbangun, matanya terasa lebih berat dari hari-hari kemarin. Handphonenya terus berdering, Alina mencari handphonenya ke dalam tas dan tertulis nama Arif. Alina kembali melempar handphonenya ke tempat tidur dan meninggalkannya ke kamar mandi. Lalu deringnya berhenti sendiri. Saat di kamar mandi ia merasa amat pusing badannya demam, tak lama semua lampu menjadi padam.

“alina...sayang...”suaranya terdengar lembut dan hangat. Perlahan Alina terbangun dari pingsannya, samar pandangannya melihat sekeliling namun pelan-pelan semua mulai terlihat jelas. Papa mamanya berdiri disampingnya dengan raut penuh cemas. Alina melihat ini bukan kamarnya. “maa....” lirihnya sangat pelan. “iya sayang...ini mama sama papa sayang..”jawab mamanya sembari mengecup kening putrinya itu. “istirahatlah...kamu harus banyak istirahat ia..”ucap papa Alina. Alina mengedipkan mata mengangguk. “assalamualaikum...”, seseorang mengucapkan salam dari balik pintu kamar rawat Alina. “waalaikum salam..”jawab mereka. Dari balik pintu Arif muncul dengan sebuah parcel buah-buahan di tangannya. “apa kabar pa? Bu?”sapanya penuh hormat pada orang tua Alina sambil bersalaman. “saya Arif yang kemarin di telepon”jelasnya lagi. “oh ya! Ya!”jawab mama Alina. “ini gurunya Alina disekolah pah..kemarin kebetulan mama yang angkat teleponnya ”kata mama Alina mengenalkan pada papanya. “oh..silahkan pa Arif..kalo begitu kami tinggal sebentar ”sambut papa Alina. “trima kasih pa..bu..”jawab Arif. Lalu mereka berlalu meninggalkan Arif dan Alina yang masih tak bicara. Alina memalingkan wajahnya tanpa sepatah katapun meluncur dari bibirnya. Arif memandangnya dengan perasaan menyesal yang amat dalam. “Alina..”Arif memulai maksudnya. "gimana keadaanmu sekarang?"tanya Arif,  Alina tak mau menjawab apapun . “aku minta maaf.. aku tau sulit menjelaskannya supaya kamu bisa mengerti, tapi percayalah malam itu aku sudah mau berangkat, tapi tiba-tiba Rani dan keluarganya sudah ada di pintu rumah, aku dan orang tuaku ngga tahu apa-apa kami ga bisa menolak kedatangan mereka yang tanpa pemberitahuan sebelumnya.. dan kami ditempat itu untuk makan malam atas permintaa mereka.” Arif menjelaskan, tapi Alina tak bergeming ia tetap tak mau menatap Arif. “Alina...percaya atau tidak aku sama sekali ngga menikmati pertemuan itu, Cuma kamu yang ada di pikiranku, handphone ku mati aku lupa charge baerenya saat pulang anter kamu..” sambungnya lagi. Tak ada respon yang berubah dari Alina, arif kemudian berpindah ke sisi yang satunya, kini ia bisa melihat mata Alina dengan jelas, alina masih diam tak berkata meski mereka tengah saling memandang. “ kasih aku kesempatan AL?”Arif bebitu berharap.i a men  ggenggam lengan Alina. Matanya menatap dalam, menusuk hingga tepat memadamkan semua lampu di ruang hati Alina.  “aku  ga mau disakiti terus kenyataan Pak..”jawab Alina lemah. Jatuh menetes airmatanya ke pipi, Alina melepaskan genggaman Arif, wajahnya kembali berpaling  menatap langit-langit. Lalu Alina memejamkan matanya. Arif tertegun mendengar yang diucapkan Alina. Ia menyadari kini ia telah menyakiti dua hati sekaligus. Arif tak mampu lagi mengatakan sesuatu, ia tahu Alina berkata yang sebenarnya. Dia sudah pu nya tunangan bernama Rani. Tapi hatinya sungguh mencintai Alina, Arif tak bisa lagi mengelak dari hati kecilnya.  Mereka saling tak bicara dan Arif pun meninggalkan Alina sendiri. Alina kembali menangis terisak menahan sakit di hatinya. Sejak itu keduanya tak pernah lagi berkomunikasi.  Setelah kembali ke sekolah Alina fokus menata masa depannya yang hampir saja terlalaikan karena kisahnya dengan Arif. Alina giat belajar mengalihkan ingatannya tentang Arif. Ujian nasional dan SNMPTN selesai dilaluinya dengan sangat baik. Itulah spesialnya seorang gadis bernama Alina ia gadis yang mampu berfikir rasional ditengah perasaanya yang tercampur aduk oleh cinta. Dia selalu mampu bangkit dari masalah pribadinya, memisahkan antara  logika dengan perasaan, dan  kembali ke fokus utamanya sebagai seorang pelajar.
Di suatu pagi yang cerah Alina mendapat  email resmi dari Carol Davila Univercity  di Rumania. Sebuah universitas kedokteran terbesar di Rumania dan diakui sebagai salah satu universitas kedokteran terbaik di eropa tengah. Isinya adalah ucapan  selamat karena ia berhasil lulus ujian masuk disana. Saat mengetahui  bahwa ia lulus seleksi masuk fakultas kedokteran  sesuai harapannya ia melonjak kegirangan dan berlari menuruni tangga dengan cepat mencari mamanya. “mama....mama...”Alina berteriak teriak di dalam rumah dengan sangat bahagia. “napa AL?” mamanya keluar dari dapur. “ma.... Alina ke Rumania ma... Alina diterima..”katanya sangat bahagia. Mama Alina membesarkan mata tak percaya“alhamdulillah....selamat ia sayangnya mama...”katanya sambil mencium kening Alina lalu memeluknya.  Akhirnya  Alina berhasil berangkat ke Rumania menjadi mahasiswi indonesia yang menimba ilmu  di universitas kedokteran terbesar dan bergengsi di sesuai mimpinya. Orang tua nya begitu haru dan  berbangga atas prestasi Alina hari ini.  Alina  melangkah yakin di karpet pendidikan u ntuk masa depannya yang gemilang. Mata cantiknya berbinar saat melihat kampus tempatnya berkuliah kurang lebih empat tahun ke depan. Ia terharu dengan pencapainnya hari ini. Pada akhirnya sampai hari ini tiba, Alina dan Arif telah berjalan sendiri-sendiri. Menjalani takdir nya masing-masing  seperti saling melepaskan meski sebenarnya keduanya tak bisa saling melupakan. Alina tak pernah benar-benar mampu tak mengingat Arif, ada saja hal-hal kcil yang mengingatkannya pada Arif. Arif pun demikiaan tak pernah bisa menghilangkan rasa rindunya pada Alina meski hanya satu hari. Apa lagi Arif telah memutuskan membatalkan pertunangannya dengan Rani, dengan hati besar Arif menyatakan kejujurannya pada Rani bahwa selama ini ia tak pernah bisa mencintai Rani dengan tulus meski sudah berusaha menjalaninya.  Ia menjelaskan pada orang tuanya bahwa perjodohan ini tak bisa dilanjutkan karena hanya akan menyakiti Rani karena sesungguhnya hati Arif telah terkunci mati hanya untuk mencintai satu perempuan yang bernama Alina. Semua terasa berat awalnya tekanan datang bertub-tubi, tapi Arif tak bergeming. Ia mantap meninggalkan kota bandung  dengan segala kenangannya dan  bekerja sebagai dosen matematika di sebuah universitas swasta terkemuka di Jakarta.
Tiga tahun berlalu Arif dan Alina sama-sama tenggelam dalam kesibukannya masing-masing.  Tahun yang baru menyongsong, di bulan Januari ini mereka sama-sama berharap bisa melangkah lebih maju dari masa lalu.
Hari ini Arif beraktifitas lebih sibuk dari biasanya. Usai mengajar ia bergegas kembali ke rumah mempersiapkan segala dokumen dan berkas-berkas materi yang akan disampaikan dalam perjalanan dinasnya kali ini. Dengan bersemangat ia mengemas pakaian dan segala  keperluannya selama dua minggu kedepan kedalam koper besar berwarna navy. Rupanya hari itu Arif akan berangkat  ke Rumania memenuhi undangan diplomatik antar kampus lintas benua. Karir Arif memang tengah cemerlang, ia baru saja menduduki jabatan pembantu rektor di kampus karena capability nya yang menonjol di usia yang terbilang muda.  Nun jauh di seberang benua sana  tanpa diketahuinya jauh di kota yang saat ini akan ia tuju Bucharest, perempuan yang selama ini tak tergantikan mengisi hatinya tengah menikmati musim dingin. Bulan januari ini memasuki musim dingin yang cukup ekstrem menyentuh angka 18 derajat celius disertai angin kencang bahkan kadang-kadang. Kuliah tinggal beberapa hari lagi memasuki libur musim dingin yang panjang dan akhir minggu ini Alina berencana menyusuri pegunungan Karpatia yang selalu menggoda para pendaki menikmati keindahan alam rumania dengan saljunya yang indah di musim dingin.

Pagi itu Alina bersiap berangkat, semua perlengkapan mendakinya dipersiapkan dengan sangat detail, ia tak ingin melewatkan satupun listnya. Agar savety perjalananya menikmati pegunungan Karpatia nanti. Memulai pendakiannya Alina begitu bersemangat. Wajahnya yang sangat indonesia terlihat cerah dan berbinar terbalut mantel yang amat tebal. Ia terus  mendaki naik dangan antusias, sesekali ia berhenti untuk minum air jahe yang dibawanya dari rumah. Saat membuatnya Alina teringat pada Arif yang dulu menyuruhnya belajar menyukai wedang ronde karena air jahenya yang mampu menghangatkan badan saat kedinginan. Tak terasa perjalananya sudah cukup jauh mendadak angin terus bertiup kencang. Sepertinya suhu semakin dingin, kaki Alina mulai gemetar ia merasa begitu dingin. Langkahnya berhenti sejenak, ia memejamkan mata tapi tiba-tiba yang terlihat di bayangannya adalah Arif. Alina buru-buru membuka matanya, hatinya tiba-tiba berdebar entah kenapa. Pandangannya berkeliling seperti mencari seseorang. Alina seperti merasa Arif berada dekat sekali dengannya. Tapi ia tersadar itu sesuatu yang tak mungkin. Angin kembali bertiup begitu kencang Alina kedinginan tapi ia ingin melanjutkan perjalanan. kakinya melangkah lagi tapi tiba-tiba ia terjatuh. Seseorang dengan sigap menolongnya. Nafas Alina terengah-engah ia masih tertunduk letih. tubuhnya menggigil dingin. “ jangan pernah naik gunung tanpa aku lagi!!” laki-laki itu berkata. Alina terhenyak dengan pendengaranya, sedetik kemudian ia mengangkat wajahnya, seseorang menalikan tali sepatu gunungnya yang terlepas. Wajahnya belum terlihat terhalang baju gunungnya yang besar, tapi suaranya membuat darah Alina berdesir deras mengalir, jantung berdegup sangat kencang, ia begitu takut. Takut ia mulai berhalusinasi lagi karena terlalu merindukan Arif.  Alina memandang lelaki itu tak berkedip, saat lelaki itu menegakkan kepala balas menatapnya, Alina tak dapat berkata-kata. Semua kata tertahan di bibirnya yang kelu. Alina tak percaya Arif berada dihadapannya. Nyatakah atau sebenarnya ia masih terbaring di tempat tidur, belum kemana-mana dan ini bagian dari mimpinya. mereka hanya saling memandang terlalu berat rasa rindu hingga keduanya terpaku haru. Alina mengangkat tangannya perlahan, mencoba  menyentuh wajah Arif dengan hati-hati, matanya nanar saat ia sadar ini bukan mimpi. disentuhnya wajah Arif dengan mata yang telah nanar, air matanya menggenang berat. Arif langsung memeluknya sangat erat. “aku tidak akan melepaskanmu lagi..”ucap Arif mengeratkan pelukannya. Alinapun membalasnya, ia  menangis haru melepas semua  kerinduannya.
sesungguhnya seminggu ini Arif selalu mengikuti etiap aktifitas Alina. Ia hampir tak kuasa menahan tangisnya  saat pertama kali melihat Alina dengan jas putih dokternya ada di kampus tematnya diundang mengajar. Tapi sayangnya Alina tidak menikuti kelas umu tersebut karena itu untuk mahasiwa tingkat pertama. Tak pernah mengira akan melihat Alina disana. Arif bertekad tak akan melepaskannya lagi. ini pertemuan ketiga kita karena campur tangan Tuhan masihkah kita bukan jodoh?? Pikir Arif. Tak ada yang berubah dari Alina kecuali ia bertambah tinggi dan jas putih dokternya yang membuat nya semakin mempesona. Sejak itu Arif diam-diam mengikutinya meperhatikannya dari jauh. “i love u...”bisik Arif. Alina tersenyum mendengarnya. Alina belum melepaskan pelukannya.

 terpukul sejak malam itu, perasaanya yang tulus selama ini hanya dipermaikan. Ia menangis terus dan terus sampai ia tak bisa membuka matanya lagi dan tertidur. Keesokan paginya Alina terbangun, matanya terasa lebih berat dari hari-hari kemarin. Handphonenya terus berdering, Alina mencari handphonenya ke dalam tas da ia melihat Arif sedang meneleponnya. Alina kemudian membiarkan handphonenya tergeletak di atas meja dan meninggalkannya ke kamar mandi. Lalu deringnya berhenti sendiri. Saat Alina kembali ia merasa amat pusing badannya demam, tak lama semua lampu menjadi padam.
“alina...sayang...”suaranya terdengar lembut dan hangat. Perlahan Alina terbangun dari pingsannya, samar pandangannya melihat sekeliling namun pelan-pelan semua mulai terlihat jelas. Papa mamanya berdiri disampingnya dengan raut penuh cemas. Alina melihat ini bukan kamarnya. “maa....” lirihnya sangat pelan. “iya sayang...ini mama sama papa sayang..”jawab mamanya sembari mengecup kening putrinya itu. “istirahatlah...kamu harus banyak istirahat ia..”ucap papa Alina. Alina mengedipkan mata mengangguk. “assalamualaikum...”, seseorang mengucapkan salam dari balik pintu kamar rawat Alina. “waalaikum salam..”jawab mereka. Dari balik pintu Arif muncul dengan sebuah parcel buah-buahan di tangannya. “apa kabar pa? Bu?”sapanya penuh hormat pada orang tua Alina sambil bersalaman. “saya Arif yang kemarin di telepon”jelasnya lagi. “oh ya! Ya!”jawab mama Alina. “ini gurunya Alina dsekolah pah..”kata mama Alina mengenalkan pada papanya. “oh..silahkan pa Arif..kalo begitu kami tinggal sebentar ”sambut papa Alina. “trima kasih pa..bu..”jawab Arif. Lalu mereka berlalu meninggalkan Arif dan Alina yang masih tak bicara. Alina memalingkan wajahnya tanpa sepatah katapun meluncur dari bibirnya. Arif memandangnya dengan perasaan menyesal yang amat dalam. “Alina..”arif memulai maksudnya. “aku minta maaf.. aku tau sulit menjelaskannya supaya kamu bisa mengerti, tapi percayalah malam itu aku sudah mau berangkat, tapi tiba-tiba Rani dan keluarganya sudah ada di pintu rumah aku, aku dan orang tuaku tidak bisa menolak kedatangan mereka yang tanpa pemberitahuan sebelumnya.. dan kami keluar untuk makan malam dengan mereka.” Arif menjelaskan, tapi Alina tak bergeming ia tetap tak mau menatap Arif. “Alina...percaya atau tidak aku sama sekali ngga menikmati pertemuan itu, Cuma kamu yang ada di pikiranku, handphone ku mati aku lupa mengechargenya saat pulang anter kamu..” sambungnya lagi. Tak ada respon yang berubah dari Alina, arif kemudia berpindah ke sisi yang satunya, kini ia bisa melihat mata Alina dengan jelas, alina masih diam tak berkata meski mereka tengah saling memandang. “apa ga ada kesempatan buat aku menjelaskannya sama kamu AL?”Arif terlihat cemas. Matanya menatap dalam mata Alina, menusuk hingga tepat memadamkan semua lampu di hati Alina. “ga ada kesempatan buat aku ada di tengah-tengah pak Arif  dan tunangan Bapak..”jawab Alina lemah. Jatuh menetes airmatanya ke pipi, Alina melepaskan genggaman Arif, wajahnya kembali berpaling  menatap langit-langit. Lalu Alina memejamkan matanya. Arif tertegun mendengar yang diucapkan Alina. Ia menyadari kini ia telah menyakiti dua hati sekaligus. Arif tak mampu lagi mengatakan sesuatu, ia tahu Alina berkata yang sebenarnya. Tapi hatinya sungguh mencintai Alina, Arif tak bisa lagi mengelak dari hati kecilnya.  Mereka saling tak bicara dan Arif pun meninggalkan Alina sendiri. Alina kembali menangis terisak menahan sakit di hatinya. Sejak itu keduanya tak pernah lagi berkomunikasi.  Setelah kembali ke sekolah Alina fokus menata masa depannya yang hampir saja terlalaikan karena kisahnya dengan Arif. Alina giat belajar mengalihkan ingatannya tentang Arif. Ujian nasional dan SNMPTN selesai dilaluinya dengan sangat baik. Itulah spesialnya seorang Alina ia gadis yang mampu berfikir rasional ditengah perasaanya yang tercampur aduk oleh cinta. Dia selalu mampu bangkit dari masalah pribadinya dengan cepat dan  kembali ke fokus utamanya sebagai seorang pelajar.
Di suatu pagi yang cerah Alina mendapat  email resmi dari Carol Davila Univercity  di Rumania. Sebuah universitas kedokteran terbesar di Rumania dan diakui sebagai salah satu universitas kedokteran terbaik di eropa tengah. Saat mengetahui  bahwa ia lulus seleksi masuk fakultas kedokteran  sesuai harapannya ia melonjak kegirangan berlari menuruni tangga mencari mamanya. “mama....mama...”Alina berteriak teriak di dalam rumah dengan sangat bahagia. “napa AL?” mamanya keluar dari dapur. “ma Alina ke Rumania ma... alina diterima..”katanya sangat bahagia. Mama Alina membesarkan mata tak percaya“alhamdulillah....selamat ia sayangnya mama...”katanya sambil mencium kening Alina lalu memeluknya.  Akhirnya  Alina berhasil berangkat ke Rumania menjadi mahasiswi indonesia yang menimba ilmu  di universitas kedokteran terbesar dan bergengsi di sesuai mimpinya. Matanya cantiknya berbinar saat melihat kampus tempatnya berkuilah nanti. Ia terharu dengan pencapainnya hari ini. Pada akhirnya sampai hari ini tiba Alina dan Arif telah berjalan sendiri-sendiri. Menjalani takdir nya masing-masing  seperti saling melepaskan meski sebenarnya keduanya tak bisa saling melupakan. Di saat-saat tertentu Alina tak mampu tak mengingat Arif seperti hari ini. Ratusan juga kilometer dari tempatnya berpijak, disini Arif pun tak pernah benar-benar bisa menghilangkan rasa rindunya pada Alina meski hanya satu hari. Apa lagi Arif telah memutuskan membatalkan pertunangannya dengan Rani, dengan gentle Arif menyatakan kejujurannya pada Rina bahwa selama ini ia tak pernah bisa mencintai Rani dengan tulus meski sudah berusaha menjalaninya.  Ia menjelaskan pada orang tuanya bahwa perjodohan ini tak bisa dilanjutkan karena hanya akan menyakiti Rani karena sesungguhnya hati Arif telah terkunci mati hanya untuk mencintai satu perempuan yang bernama Alina. Semua terasa berat awalnya tekanan datang bertub-tubi, tapi Arif tak bergeming. Ia mantap meninggalkan kota bandung  dengan segala kenangannya dan  bekerja sebagai dosen matematika di sebuah universitas swasta terkemuka di Jakarta.
Tiga tahun berlalu Arif dan Alina sama-sama tenggelam dalam kesibukannya masing-masing.  Tahun yang baru menyongsong, di bulan Januari ini mereka melangkah lebih maju dari masa lalu.
Hari ini Arif terlihat lebih sibuk dari biasanya. ia bersemangat mengemas pakaian dan segala  keperluannya kedalam koper besar berwarna navy. Rupanya hari itu Arif akan berangkat  ke Rumania mendampingi rektor di kampus tempatnya mengajar memenuhi undangan diplomatik antar kampus lintas benua.  Selama dua minggu kedepan  ia akan berada di negara eropa tengah tersebut.  Arif memang tengah direkomendasikan  menjadi pembantu rektor di kampus karena capability nya yang menonjol di usia yang terbilang muda di bandingkan dosen lainnya.  Nun jauh di seberang benua sana  tanpa diketahuinya jauh di kota yang sa Bucharest, perempuan yang selama ini mengisi hatinya tengah menikmati musim dingin. Bulan januari ini musim dingin mereka termasuk sangat dingin menyentuh angka 18 derajat celius disertai angin bahkan kadang-kadang. Kuliah tinggal beberapa hari lagi memasuki libur musim dingin yang panjang dan akhir minggu ini Alina berencana menyusuri pegunungan Karpatia yang selalu menggoda para pendaki menikmati keindahan alam rumania dengan saljunya yang indah di musim dingin.

Pagi itu Alina bersiap berangkat, semua perlengkapan mendakinya dipersiapkan dengan sangat detail, ia tak ingin melewatkan satupun listnya. Agar savety perjalananya menikmati pegunungan Karpatia nanti. Memulai pendakiannya Alina begitu bersemangat. Wajahnya yang cantik terlihat cerah dan berbinar.  Ia terus berjalan naik dangan antusias, perjalananya sudah cukup jauh mendadak angin terus bertiup kencang. Sepertinya suhu semakin dingin, kaki Alina mulai gemetar ia merasa begitu dingin. Langkahnya berhenti sejenak, ia memejamkan mata tapi tiba-tiba yang terlihat di bayangannya adalah Arif. Alina buru-buru membuka matanya, hatinya tiba-tiba berdebar entah kenapa. Pandangannya berkeliling seperti mencari seseorang. Alina seperti merasa Arif berada dekat sekali dengannya. Tapi ia tersadar itu sesuatu yang tak mungkin. Angin kembali bertiup begitu kencang Alina kedinginan tapi ia inginmelanjutkan perjalanan. kakinya melangkah lagi  kembali tapi tiba-tiba ia terjatuh. Seseorang dengan sigap menolongnya. Nafas Alina terengah-engah ia masih tertunduk letih. “ jangan pernah naik gunung tanpa aku lagi!!” laki-laki itu berkata. Alina mengangkat wajahnya kaget, seseorang menalikan tali sepatu gunungnya yang terlepas. Wajahnya lum terlihat tapi suaranya membuat darah Alina berdesir deras mengalir, jantung berdegup sangat kencang, ia begitu takut. Takut kalau ini hanya halusinasi nya karena terlalu merindukan Arif.  Alina memandang lelaki itu tak berkedip, saat lelaki itu balik menatapnya Alina tak dapat berkata-kata. Semua kata tertahan di bibirnya yang kelu. Alina tak percaya Arif berada dihadapannya. Nyatakah atau sebenarnya ia masih terbaring di tempat tidur dan ini bagian dari mimpinya. Dengan perlahan ia mengangkat tangannya, mencoba  menyentuh wajah Arif dengan hati-hati, matanya nanar saat ia sadar ini bukan mimpi. Arif memeluknya sangat erat. “aku tidak akan melepaskanmu lagi..”ucap Arif mengeratkan pelukannya. Alinapun membalasnya, ia  menangis haru melepas semua  kerinduannya. Rupanya sedari tadi Arif mengikuti Alina di belakang, menjaga dan melindunginya sepanjang perjalanan. Bahkan sejak Arif tiba di kampus beberapa hari yang lalu Arif telah menemukan Alina. Ia hampir tak kuasa menahan tangisnya karena  tak pernah mengira akan melihat Alina disana.ini pertemuan ketiga kita karena campur tangan Tuhan masihkah kita bukan jodoh?? Pikir Arif. Tak ada yang berubah dari Alina kecuali ia bertambah tinggi dan jas putih dokternya yang membuat nya semakin mempesona. Sejak itu Arif diam-diam selalu menjaga dan mengikutinya dari jauh. “i love u...”bisik Alina terbata. Arif tersenyum mendengarnya,ia membelai rambut panjang Alina dan mengecupnya dan berkata "aku yang akan mencintaimu sampai maut memisahkan...".

SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar